Category Archives: ROISYIAH

KONSEP DASAR MANAJEMEN PESERTA DIDIK


 Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan. Kesamaan-kesamaan itu dapat ditangkap dari kenyataan bahwa mereka sama-sama anak manusia, dan oleh karena itu mempunyai kesamaan-kesamaan unsur kemanusiaan.

Fakta menunjukkan bahwa tidak anak yang lebih manusiawi dibandingkan dengan anak lainnya; dan tidak anak yang kurang manusia dibandingkan dengan anak yang lainnya. Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan kensekuensi samanya hak-hak yang mereka punyai. Di antara hak-hak tersebut, yang juga tidak kalah pentingnya adalah hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu.Samanya hak-hak yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling).

Dalam sistem demikian, layanan yang diberikan diaksentuasikan kepada kesamaan-kesamaan yang dipunyai oleh anak. Pendidikan melalui sistem schooling dalam realitasnya memang lebih bersifat massal ketimbang bersifat individual. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sistem schooling memang lebih memberi porsi bagi layanan atas kesamaan dibandingkan layanan atas perbedaan.Sungguhpun demikian, layanan yang lebih diaksentuasikan kepada kesamaan anak ini, kemudian digugat.

Gugatan demikian, berkaitan erat dengan pandangan psikologis mengenai anak. Sungguhpun anak-anak manusia tersebut diyakini mempunyai kesamaan-kesamaan, ternyata jika dilihat lebih jauh sebenarnya berbeda. Pandangan ini kemudian menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan, bahwa di dunia ini tak ada dua anak atau lebih yang benar-benar sama. Dua anak atau lebih yang kelihatan samapun, misalnya saja si kembar, pada hakekatnya adalah berbeda.

Oleh karena berbeda, maka mereka membutuhkan layanan-layanan pendidikan yang berbeda. Layanan atas kesamaan yang dilakukan oleh sistem schooling tersebut dipertanyakan, dan sebagai responsinya kemudian diselipkan layanan-layanan yang berbeda pada sistem schooling tersebut.Ada dua tuntutan, yakni aksentuasi pada layanan kesamaan dan perbedaan anak itulah, yang melahirkan pemikiran pentingnya pengaturan. manajemen peserta didik, adalah kegiatan yang bermaksud untuk mengatur bagaimana agar tuntutan dua macam layanan tersebut dapat dipenuhi di sekolah.  Baik layanan yang teraksentuasi pada kesamaan maupun pada perbedaan peserta didik, sama-sama diarahkan agar peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Sebagai akibat dari adanya perbedaan bawaan peserta didik, maka akan ada peserta didik yang lambat dan ada peserta didik yang cepat perkembangannya. Kompetisi yang sehat akan memungkinkan jika ada usaha dan kegiatan manajemen, ialah manajemen peserta didik.

Demikian juga peserta didik yang bermasalah sebagai akibat dari adanya kompetisi akan dapat ditangani dengan baik manakala manajemen peserta didik-nya baik.Dalam upaya mengembangkan diri tersebut, ada banyak kebutuhan yang sering kali tarik-menarik dalam hal pemenuhan pemrioritasnnya. Di satu sisi, para peserta didik ingin sukses dalam hal prestasi akademiknya, di sisi lain, ia ingin sukses dalam hal sosialisasi dengan sebayanya. Bahkan tidak itu saja, dalam hal mengejar keduanya, ia ingin senantiasa berada dalam keadaan sejahtera. Pilihan-pilihan yang tepat atas ketiga hal yang sama-sama menarik tersebut, tidak jarang menimbulkan masalah bagi para peserta didik. Oleh karena itu diperlukan layanan tertentu yang dikelola dengan baik. manajemen peserta didik berupaya mengisi kebutuhan tersebut.

Kata manajemen peserta didik merupakan penggabungan dari kata manajemen, peserta didik dan berbasis sekolah. Manajemen sendiri diartikan bermacam-macam sesuai dengan sudut tinjau para ahlinya.

Secara stimologis, kata manajemen merupakan terjemahan dari management (bahasa Inggris). Kata management sendiri berasal dari kata manage atau magiare yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen, terkandung dua kegiatan ialah kegiatan pikir (mind) dan kegiatan tindak-laku (action) (Sahertian, 1982).

Terry (1953) mendefinisasikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain (Management is the accomplishing of the predertemined objective throug the effort of other people). Sementara itu, Siagian (1978) mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan. Dari pendapat itu, jelaslah bahwa manajemen adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih yang didasarkan atas aturan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dua orang atau lebih yang bekerjasama tersebut, karena adanya aturan-aturan tertentu, ada yang bertindak selaku manajernya ada yang bertidak sebagai yang dimanajerinya. Orang yang mengelola tersebut ketika mengerjakan pekerjaannya tidak dengan menggunakan tangan sendiri melainkan tangan orang lain; sementara orang-orang yang dimanaj dalam bekerja dengan menggunakan tangan sendiri. Dalam bekerja tersebut, baik yang menjadi manajernya maupun yang dimanaj, dapat mendayagunakan prasarana dan sarana yang tersedia.Peserta didik ini juga mempunyai sebutan-sebutan lain seperti murid, subjek didik, anak didik, pembelajar, dan sebagainya.

Oleh karena itu, sebutan-sebutan yang berbeda pada buku ini mempunyai maksud yang sama. Apapun istilahnya, yang jelas peserta didik adalah mereka yang sedang mengikuti program pendidikan pada suatu sekolah atau jenjang pendidikan tertentu.

Apa yang dimasud dengan Manajemen Peserta Didik? Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individuan seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah. Yang diatur secara langsung adalah segi-segi yang berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung. Pengaturan terhadap segi-segi lain selain peserta didik dimaksudkan untuk memberikan layanan yang sebaik mungkin kepada peserta didik.Sementara itu, manajemen peserta didik adalah manajemen peserta didik yang memberikan tekanan pada empat pilar manajemen berbasis sekolah, ialah: mutu, kemandirian, partisipasi masyarakat dan transparansi. Jadi, seluruh aktivitas manajemen peserta didik, haruslah diaksentuasikan pada penonjolan empat pilar manajemen berbasis sekolah tersebut.

Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.

Tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:

a). Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik;

b). Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik;

c). Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik;

d). Dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka;

e).   Fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya.

           Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:

a). Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya;

b). Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial;

c). Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan;

d). Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.

Yang dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani.

Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut:

a). Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau mendukung terhadap tujuan manajemen secara keseluruhan. Ambisi sektoral manajemen peserta didikB tetap ditempatkan dalam kerangka manajemen sekolah. Ia tidak boleh ditempatkan di luar sistem manajemen sekolah;

b). Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya;

c). Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik, tidak diarahkan bagi munculnya konflik di antara mereka melainkan justru mempersatukan dan saling memahami dan menghargai;

d). Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik. Oleh karena membimbing, haruslah terdapat ketersediaan dari pihak yang dibimbing. Ialah peserta didik sendiri. Tidak mungkin pembimbingan demikian akan terlaksana dengan baik manakala terdapat keengganan dari peserta didik sendiri;

e). Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian demikian akan bermanfaat bagi peserta didik tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat. Ini mengandung arti bahwa ketergantungan peserta didik haruslah sedikit demi sedikit dihilangkan melalui kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik;

f). Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.

 

 

STRESS MANAGEMENT AND VICE PRINCIPAL


a.Stress is personal.

Stress occurs when a person is unable to control his desires. Managing the stress means memenej lust. Stress can occur anywhere and at anytime. Stress can affect mental and physical health. Mental illness that causes physical pain called psychosomatic. Stress can be positive and negative consequences for one’s performance. To cope with the stress, avoid the cause.

b. Definition Stress is too much pressure on the person to bear. Pressure caused by the ongoing conflict. Stress due to a mental stressor that makes feel tense, angry, frustrated, or unhappy. Stress on a person may be a pleasure for others. Poistif and stress can impact negatively. Positive stress that as a motivator to do better. Conversely, negative stress can impair mental and physical health. It depends on people’s ability to find a balance between the needs of the ability to cope. In coping with stress, optimists believe people should be able to handle.

c. Benefits of Stress Management To help yourself and staff in dealing with stress.

d. Main causes of stress

1) Personal Factors

a) Issues families b) Problems keuanga. c) Health Issues d) Personality e) Conflict 2) Organizational Factors a) Most tasks b) Too few tasks c) The dual role d) Conflict 3) Work Environment a) bad conditions b) Political c) bad labor relations 4) Environment a) Economic uncertainty b) Changes in c) Political e. Symptoms of Stress 1) Physical reactions: Headache, neck, back, abdomen, shortness breath, palpitations, his countenance sad, and scared. 2) mental reaction: doubt, loss of passion (eat, work, sex), imsonia, hostile, irritable, quick-tempered, not confident, not disciplined, challenging, often absent, etc.. f. Stress due 1) Physical a) Lever (heart pain) b) Dizziness c) High blood pressure d) high Kolestorel e) Heart f) Kidney 2) Emotions a) Anxious b) Konsemtrasi menrun c) Decision-making is slow d) Despair e) Depression f) Suicide 3) Behavior a) Aggression b) Productive (Positive) c) Evade (including frequently truant or absent) 4) Peak Success a) Believe in yourself b) Achievement of goals c) feeling of calm g. How to Cope with Stress 1) Addressing the cause. So feel the symptoms of stress, try to identify the cause. Identify the cause. Overcome the cause of the easiest to start difficult. Stress can be prevented if you know the cause, by learning from past experiences, trying to adjust and avoid it. Our defense for mengahdapi stress is physical and mental endurance. Overcome physical fitness with a healthy diet and adequate rest. Mental resistance overcome by increasing the faith and piety and adequate rest. 2) Helping yourself by way of: a) Balancing life especially thought and remembrance b) Relaxation c) Recreation d) Exercise e) Healthy Living (balance diet, get rid of cigarettes, avoid stress, manage blood pressure, and exercise regularly raga). f) Share issue (outpouring of the heart to someone who believed). g) Enjoy the humor (laugh) h) sufficiently Sleep i) Manage waKepala School you well j) Taking pills must be prescribed by a doctor. k) Positive Thinking. 3) Helping Staff a) Hold a personal approach. b) Do not reveal in public and prosecute. c) Provide an opportunity to vent. d) Invite a way to solve the joint stress. e).VICE PRINCIPAL Management School 1) Characteristics of School VICE PRINCIPAL a) Staff is money b)Staff never come back again c) Staff same for all the 24 hours d) Staff can not be saved or abbreviated, 24-hour stay. e) Staff can be used as well as possible or dissipated. f) WaKepala School is the rarest resource (Drucker) g) Staff for a very busy it is less so School waKepala crisis that can cause stress. h. Staff paradoxical, as if we do not have,the things we have. We are not without Staff or have waKepala school but very limited, but we do not Memenejnya clever. 2) How memenej waKepala School a) Develop and implement a list of activities to be effective. b) Delegate work to dilegasikan c) Do not attend the meeting if it is not important. Tightly enough to send representatives. d) Do not be a lot of meetings if it is not important. e) Use waKepala School waiting for reading. f) Avoid distractions such as a lot of pick up the phone, many mencaricari archives, etc.. g) Keep visiting us to be able to quickly home, instead we ask visited. h) We may socially minded but not much spend waKepala School. i) FIRST job urgent (urgent) important new. j) Do not linger to chat, eat together, and others. k) Serahkah to the secretary to pick up the phone and contact relationships. 2. Summary Stress is personal. Stress management to help yourself and staff in dealing with stress. Stress is too much pressure on the person to bear. Stress can have positive and negative. The main cause of stress is personal, organization, work environment, and stress lingkungan.Gejala form of physical and mental reactions. Occurs due to stress on the physical, emotional, behavioral, and the peak of success. How to cope with stress and help find the cause yourself and staff.

MANAGEMENT CHANGES


a.   In this world nothing is eternal except change.

GO TO BE CHANGES a change of state of a new long. Presence creates a feeling of fresh new atmosphere. The freshness of the atmosphere generate new organization.

b. Human attitudes towards change Human attitudes toward change are: absent or truant, strike, demanding, frowning or sigh, and a very positive is to work harder, and rejected outright. All these attitudes to meet personal goals.

c. Human Resistance to Change No man who is not happy with the change of the status quo and seek. Cause people do not want change or resist change because of:

(1) are familiar with the customs,

(2) was already established (already satisfied),

(3) want to be safe, do not want to lose income, position, power, and so on;

( 4) do not want to take the risk (fear of failure),

(5) lazy thinking, and

(6) lack of trust (not sure) change it brings better.

d .. Drivers of Change Factors

1) Changes in government policy

2) Changes in the social, economic, political, and cultural

3) The development of science and technology 4) Globalization 5) Competition or otherwise, cooperation.

e. Organizational Change Model

Foster (1986) states there are five models yaitialahu changes:

1) Personal Model: Organizations are made up a number of members that no change if its members do not want to change. Someone willing to change when the old mindset is not longer appropriate. Mindset change occurs in three stages: (1) dilute the old mindset (unfrezing),

(2) introducing a new paradigm (changing), and (3) precipitate (refreezing).

2) Model system: changes based subsystem.

Process changes developed by Havelock & Zlotolow (1995)abbreviated creater.

Care: change starts from a concern for change

Relate: change built in the working relationship make changes.

Examine: changes need to be tested to choose what changes are required.

Acquire: identifying and obtaining resources needed to change.

Try: changes to try to overcome obstacles that may arise.

Extend: Changes need to change the old school vice principal, it happens.

Renew: Changes were made continuously with the workingsthe new.

3) rational model: the rationalist will change without prompting.

4) political and economic model: a person will change if economically profitable. People will turn for support, coalition, negotiation, and bargaining power of power.

5) cultural model: change is due to changes in beliefs or values ​​belong together are a bond of togetherness.

f. Ways to Reduce Rejection of Change

1) Participation

2) Communication

3) Support

4) Gifts

5) Planning

6) The use of power (Lunenburg & Ornstein (2005).

2. Summary

Human attitudes toward change are: absent or truant, strike, demanding, frowning or complaining, work harder, and rejected outright. No man who is not happy with the change of the status quo and seek. Cause people do not want to change there are nine things. There are five factors driving change. Model No change No change mitigation lima.Cara six.

Bibliography

Foster, W. , 1986. Paradigms and Promises. Buffalo: Protheus.

Lunenburg, F.C. & Ornstein, A.C. , 2005. Educational administration.

Concept and Practice. 4th Edition, Wadsworth: Thomson Learning.

TEKNIK MEMBINA KERJA TIM DAN MENINGKATKAN KINERJA


          Keberhasilan manajer memimpin organisasi antara lain  karena adanya dukungan kerja tim yang efektif. Kerja tim adalah sinerji. Artinya, bekerja bersama-sama hasilnya lebih besar daripada bekerja sendiri-sendiri. Sinerji seperti sapu lidi. Artinya, lebih kuat bersama-sama daripada sendiri-sendiri.  Sinerji merupakan hasil dari koordinasi kegiatan-kegiatan tim  (Hunsaker, 2001). 

          Yang dimaksud Tim dalam tuliusan ini ialah kelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi dan berkomitmen untuk maecapai tujuan bersama secara efektif dan efisien (Hunsaker,2001).  Jadi Kerja tim merupakan kerja berkelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien.

          Dengan kerja team ini diharapkan dapat menghasilkan keuntungan dalam dalam segala segi untuk pengaplikasian kinerja itu sendiri. Dengan kerja team yang terencana semua pekerjaanakan menjadi lebih ringan bagi semua pekerja, dengan semangat kebersamaan dalam team akan dapat menyelesaikan pekerjaan itu secara efektif dan efesien sehingga kenerja  organisasi lebih meningkat.

 

d. Tahapan Pembentukan Tim

1) Forming: kesadaran akan komitmen bersama untuk membentuk tim dan penerimaan menjadi anggota tim.

2) Stoming : Muncul badai berupa konflik tentang klarifikasi dan kepemilikan.

3) Norming : Ada  usaha untuk bekerja sama berupa keterlibatan dan dukungan membuat dan mematuhi norma-norma baru.

4)  Performing: Meningkatkan produktivitas kerja berupa target pencapaian kinerja dan rasa bangga.

5). ndjouring: Berpisah memberikan pengakuan dan  kepuasan (Hunsaker, 2001)

 

e. Karakteristik Kerja Tim Efektif

1)  Misi tim TAS jelas

2)  Suasana informal

3)  Banyak berdiskusi

4)  Banyak mendengar (Pendengan yang aktif)

5)  Kepercayaan dan keterbukaan.

6)  Menerima perbedaan pendapat (saling menghargai)

7)  Kritis terhadap isu-isu tim TAS, dan tidak bersifat pribadi

8)  Konsensus adalah salah satu norma tim TAS

9)  Kepemimpinan efektif

10)     Jelas dalam penilaian

11) Mengabungkan nilai dan norma

12)     Komitmen (Manning & Curtis, 2003).

 

i.  Teknik Meningkatkan Kinerja Kerja Tim

1) Penilaian kinerja berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan.

2) Memberikan motivasi berkinerja tinggi

3) Memberi kesempatan mengikuti pelatihan yang relevan

4) Merundingkan masalah kinerja dan cara mengatasinya.

5) Menyepakati tindakan yang akan dilakukan

6) Memantau dan menilai terus menerus kegiatan staf

7) Memberi umpan balik jika diperlukan

8) Memberi penghargan yang adil dan wajar sesuai kinerja.

Dapat juga menggunakan  singkatan TEAMWORK lihat modul  Administrasi Humas.

 

j. Model Peningkatan Kinerja

 Contoh Kerja Tim

Tim Olah raga, Kelompok Kerja (Pokja), Gugus Kendali

Mutu (GKM), Tim Pengajar, Tim Teknisi, dan Tim PenjaminanMutu

          

3. Ringkasan

Keberhasilan manajer memimpin organisasi antara lain karena adanya dukungan kerja tim yang efektif. Kerja tim   adalah sinerji. Kerja tim ialah kerja berkelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. . Manfaat Kerja Tim adalah untuk meningkatkan kebersamaan dan kinerja organisasi. Tahapan Pembentukan Tim adalah forming, storming, norming, performing, and adjourning Ada 12 karaketeristik tim kerja yang efektif. Prinsip kerja tim disingkat TEAMWORK.

 

Daftar Pustaka

Hunsaker, P.L. 2001. Training in management skills. Upper Sadle River,

New Jersey: Printice Hall.

Manning, G., & Curtis, K. 2003. The art of leadership. New York:

McGraw-Hill Irwin.    

 

 

Kepala Sekolah yang Profesional


Profesional disini diartikan sebagai kata sifat yang berasal dari kata benda profesi yang arinya pekerjaan. Kata sifat profesional berarti memiliki sifat mampu secara ahli terhdap bidang pekerjaan atau tugasnya.

Jadi Kepala sekolah yang profesional adalah Kepala Sekolah yang memiliki sifat mampu secara ahli terhadap pekerjaan dan tugas-tugas kepala sekolah.

Menjadi Kepala Sekolah Profesional idealnya harus memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin sebuah sekolah sehingga sekolah itu bernuansa sekolah yang berbudaya.

Dengan demikian diharapkan alumni sekolah itu memilikibudaya yang jelas sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, Made Pidarta ( 1994 : 145 ), mengatakan bahwa di lembaga pendidikan itu siswa harus

(1) memahami sosiologi dan pendidikan,

(2) Kebudayaan dan pendidikan,

(3) Masyarakat dan sekolah ,

(4) Masyarakat Indonesia dan pendidikan, dan

(5) Dampak konsep pendidikan.

             Kualitas SDM sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional.

Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang Pancasilais ( UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ), dimotori oleh pengembangan afeksi.

Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia dan dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep sistem.

Oleh karena itu Kepala sekolah harus :

(a) memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi);

(b) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas); (c) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat); (d) memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya;

(e) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai;

(f) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.

Sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya.     

           Sumberdaya manusia terdiri dari sumberdaya manusia jenis manajer/pimpinan dan sumberdaya manusia jenis pelaksana.

          Sedang sumberdaya selebihnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dsb. Yang perlu digarisbawahi, agar sekolah berjalan dengan baik, diperlukan kesiapan sumberdaya, terlebih-lebih sumberdaya manusia. Kesiapan sumberdaya manusia = kesiapan kemampuan + kesiapan kesanggupan. Kesiapan kemampuan menyangkut kualifikasi, sedang kesiapan kesanggupan menyangkut pemenuhan kepentingan sumberdaya manusia.

Jika pemimpin, anak buah, staf, kepala, ketua, bawahan, pembantu pimpinan dan apapun peran dan jabatan yang disandang seseorang, mampu melaksankan tugas, peran serta fungsinya sesuai dengan tanggungjawabnya. Diyakini kasus-kasus yang berhubungan dengan lemahnya manajemen organisasi/kelembagaan akan dapat direduksi.

Seseorang akan dihargai profesionalitasnya, kepribadiannya dan bahkan kinerjanya apabila ia mampu mengahsilkan produktifitas kerja yang senantiasa berada dalam track record yang baik, mampu melaksanakan kewajibannya secara ajeg sesuai dengan track yang harus ia lewati.

Apabila kita ingin ketahuan siapa diri kita sesungguhnya maka kita harus berbuat sebanyak-banyaknya berbuat .     

Ada beberapa kiat untuk menata sisrtem manajemen kelembagaan yang efektif :

1. Membabangun manajemen kelembagaan berdasarkan komunikasi yang baik. Komunikasi yang interaktif, dialogis, tidak underpressure, tapi komunikasi yang dibangun atas dasar komitmen dan pengertian yang bisa diterima oleh semua pihak.  Komunikasi jenis ini bisa dijalin melalui pengembangan sistem budaya kerja yang tidak mengutamakan kekuasaa n tapi cenderung lebih mengutamakan kekeluargaan, silaturahmi dan rasa memiliki yang tinggi dari semua pihak terkait ( Stake holders dan share holders )

2.   Membangun kondisi organisasi yang bisa menciptakan kepuasan (Satisfaction) dari semua pihak. Jadilah pemimpin yang bijak, berlaku adil, familiar, terbuka, mau dikritik, jujur, demokrasi dan bertanggung jawab, sebaliknya jadilah bawahan yang sebaik-baiknya bawahan.

3.  Memulai perubahan dari diri kita masingmasing. Jangan mengharapkan orang lain mangubah sesuat yang telah ada. Inisiatif harus dari diri kita.

Jjika inginmengubah dunia maka harus dimulai dari mengubah diri sendiri, dan yang terpenting ubahlah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

4. Banyak berkarya dan berbuat. Produktifitas dan kinerja kita akan diukur dari kuantitas dan kualitas dari apa yang telah kita lakukan.

5. Belajar dan belajar terus memahami dan mengerti orang lain. Jangan egois, jangann menganggap bahwa diri kita penting dimata orang lain, belum tentu orang lain butuh kita.

6. Menjaga hati dan mulut kita. Menjaga hati dari fikiran-fikiran negatif terhadap orang lain, dan menjaga mulut agar senantiasa mencerminkan beapa bersihnya diri kita. Jagalah mulutmu, karena mulutmu adalah pedangmu dan bahkan harimaumu.

7. Memahami diri sendiri. Memahami dan mengerti siapa diri kita seindiri melulaui analisiss diri, analisis posisi, bukankan musuh yang paling bersar di dunia ini adalah diri kita sendiri.

8. Mau dikrtik oleh orang lain. Demi kemajuan kita harus senantiasa mau dikritik oleh orang lain, terbuka terhadap saran dan pendapat orang lain dan bahkan mampu memenej kritik itu menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan kita.

Defenisi Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional Berdasarkan semantiknya, Anton Muliono ( 1989 : 702 ), mengemukakan bahwa Profesi, adalah bidang pekerjaan yang dilandasai pendidikan keahlian ( ketrampilan, kejuruan ) tertentu, Profesional, adalah memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, Profesionalisme, adalah sifat professional, dan profesionalisasi adalah proses membuat suatu badan menjadi professional. Sedangkan, proteksi, adalah perlindungan hukum secara juridis formal. Selanjutnya, A.S Hornby ( 1952 : 989 ), said that professionalism is The mark or qualities of a profession. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme mencakup, antara lain ; budaya profesi, kualifikasi, kompetensi, ketrampilan, komitmen, konsitensi, etos kerja, kode etik dan dedikasi. Profesi guru, adalah karya profesi. Engkoswara ( 2004 : 29 ) mengatakan bahwa karya profesi memerlukan kemampuan dasar, yakni ; membaca dan belajar sepanjang hayat, etos dan etika kerja, dan ketrampilan nalar dan ketrampilan tangan. Guru sebagai tenaga kependidikan wajib dan mutlak memiliki karya profesi tersebut, sehingga dengan memiliki ketrampilan dasar itu, maka seorang guru akan menjadi professional. Seorang guru akan professional , jika memiliki sifat pribadi manusia Indonesia. Lebih lanjut, Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;

(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),

(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,

(3) Budaya Penyerta ( indah ),

sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,

(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan

(3) sifat penyerta ( kreatif ). Profesional dapat berkembang menjadi jabatan professional, sejalan dengan itu Komarudin ( 2000 : 205 ), mengatakan bahwa professional berasal dari bahasa Latin, yaitu “ Profesia “ yang berarti ; pekerjaan, keahlian, jabatan, jabatan guru besar.

Demikian halnya kepala sekolah, adalah merupakan jabatan fungsional yang diberi sebagai tugas tambahan sebagai kepala sekolah.

Dengan demikian muncullah terminology bagaimana menjadi kepala sekolah professional. Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni profesionalisme. Freidson ( 2970 : 28 ), mengemukakan bahwa profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operatif, Syaiful ( 2002 : 199 ) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan komitmen jabatan keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan masyarakat agar secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara keilmuan dan etika sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya, tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dirumuskan bahwa yang disebut Kepala Sekolah professional harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan disiplin ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional.

Sehubungan dengan terminology itu, Paure ( 1972 : 25 ), menegaskan bahwa professional harus mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi bagus tanpa mengurangi standar dan metodologi pengajaran yang tepat, percepatan proses belajar, menyeleksi ilmu yang diberikan. Korelasi Profesional Dengan Sosial Budaya Sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai pada diri peserta didik di sekolah.

Karena salah satu fungsi sekolah adalah untuk memperbaiki mental anak-anak, seperti harapan yang disampaikan oleh Coleman. Sekolah berfungsi sebagai alat kontrol social dan perubahan social. Menjadi kepala sekolah professional harus memperhatikan banyak hal dalam diri siwa selama dalam lingkungan sekolah. Made ( 1994 : 156 ), mengemukakan bahwa sosiologi atau sosiologi pendidikan dapat dideskripsikan sebagai berikut ;

(1) Sosiologi menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi anak-anak dalam pendidikan,

(2) Memberikan bantuan dalam upaya menganalisis proses sosialisasi anak-anak. Seperti konsep tentang interaksi social, kontak social, komunikasi, bentuk social, dan sebagainya, (3) Kelompok social dan lembaga masyarakat dengan berbagai bentuknya, termasuk sekolah,

(4) Dinamika kelompok, yang sudah tentu berlaku juga dalam dunia pendidikan,

(5) Konsep-konsep untuk mengembangkan kelompok social dan lembaga-lembaga masyarakat,

(6) Nilai-nilai yang ada di masyarakat serta keharusan sekolah untuk mengembangkan aspek itu pada diri siswa,

(7) Peranan pendidikan dalam masyarakat, dan

(8) Dukungan masyarakat terhadap pendidikan. Memahami akan hal itu, para pendidik ( guru ) dan kepala sekolah professional hendaklah menantang diri agar proses pendidikan di sekolah tidak ketinggalan zaman, agar dapat membantu siswa berpacu antarteman sekelas atau dengan yang lainnya.

Dengan demikian guru dan kepala sekolah harus meningkatkan profesinya agar memiliki kualitas yang sejajar dengan para pendidik di negara-negara maju. Misalnya di Amerika, Jepang dan negara maju lainnya. 3.2 Korelasi Profesi Dengan Budaya Engkoswara ( 2004 : 31 ), mengatakan bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;

(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),

(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,

(3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,

(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan

(3) sifat penyerta ( kreatif ). Untuk merealisasikan sifat dan budaya tersebut di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ). Engkoswara ( 2004 : 63 ), mengemukakan dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni

(1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan,

(2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan

(3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki. Tahapan perkembangan yang harus ditempuh dalam suatu proses profesionalisasi adalah terkait dengan sejumlah pelayanan. Kepala sekolah professional harus dapat mengkomunikasikan segala tugas pokok dan fungsinya dalam manajemen sekolah.

Fungsi manajemen sekolah harus dapat diberdayakan seoptimal mungkin sesuai dengan standar kompetensi yang dimiliki sebagi pimpinan ( manajer ). Pendidikan adalah enkultusasi. Manan ( 1989 : 79 ), mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu.

Dalam hal inilah akan muncul pengenalan kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagioan budaya akan dipakai terus, ada kalanya diperbaiki dan ada kalanya dibuang atau diganti dengan yang baru. Hal ini tergantung bagaimana pembinaan pendidik, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak itu sendiri. Kepala sekolah professional harus cerdas dan intelek serta bijaksana. Sebagai kepala sekolah dengan fungsinya sebagai manajer di sekolah harus memperhatikan cirri-ciri profesionalisasi.

Robert W. Rihe ( 1974 : 87 ), mengemukakan bahwa cirri-ciri profesionalisasi jabatan fungsional ada 7, antara lain ;

(1) Kepala sekolah bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk kepentingan pribadi,

(2) Memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi,

(3) Memiliki lisensi hokum dalam memimpin sekolah,

(4) Memiliki publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak ketinggalan zaman,

(5) Mengikuti aneka kegiatan seminar pendidikan ( workshop ),

(6) Jabatannya sebagai suatu karier hidup, dan

(7) Meiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun local.

Kinerja dan produktifitas kepala sekolah professional harus dapat diukur dengan para meter yang ada, yakni standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal mengacu kepada konteks sisial budaya pendidikan yang ada di sekolah. Misalnya, sekolah berbasis budaya lingkungan.

Sekolah bernuansa basis lingkungan budaya dapat tampak dalam pengelolaan lingkungan sekolah. Misalnya dengan penanaman aneka tanaman rindang atau pembuatan apotek dan warung hidup di lingkungan sekolah.

Sekolah akan tampak rindang dan sejuk sehingga warga sekolah dapat menikmati lingkungan dengan nyaman dan teduh sehingga warga sekolah akan merasa betah di sekolah dalam berbagai situasi yang ada. Kegiatan manajerial sekolah yang biasanya mencakup dalam lingkup manajemen pendidikan. Komponen manajemen pendidikan meliputi 5-M, yakni ; Sumber daya manusia ( Man ), finasial ( Money ), substansi ( Material ), metode ( Method ), dan Fasilitas ( Machine ).

Kepala sekolah sebagai sumber daya manusia yang professional harus mampu mengelola sekolah sesuai dengan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala. Kepala sekolah sebagai manajer harus mampu mengelola keuangan sebagai pembiayaan pendidikan di sekolah baik pembiayaan langsung maupun pembiayaan tidak langsung . Kepala sekolah sebagai guru harus mampu memerikan bimbingan kepada semua warga sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Kepala sekolah fungsinya sebagai pimpinan harus mampu metode kepemimpinan atau model kepemimpinannya yang layak dan pantas diterapkan sesuai dengan norma, dan demikian juga kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberdayakan semua fasilitas yang ada dalam menunjang kemajuan pendidikan di sekolah. Korelasi trugas pokok dan fungsi kepala sekolah dalam tatanan manajerial sekolah, idealnya mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan budaya sekolah.

Kepala sekolah professional harus mampu mendorong semua warga sekolah untuk melestarikan budaya sekolah sehingga tercermin dalam setiap perilaku atau sikap warga sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Motivasi intrinsic akan mendorong kepala sekolah untuk terus berpacu dalam menggalakkan budaya sekolah.

Demikian halnya motivasi ekstrinsik akan mendukung kepemimpinan kepala sekolah demi terciptanya budaya sekolah dengan sistem social yang ada pada komunitas sekolah dan masyarakat ( orang tua ). Kesimpulan Menjadi Kepala Sekolah professional harus memelihara budaya sekolah dengan sistem social yang ada dalam warga sekolah dalam konteks social budaya pendidikan di masyarakat. Sosial budaya pendidikan. Sosial budaya dan pendidikan dapat dideskripsikan, sebagai berikut : Kebudayaan adalah cara hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan manusia itu sendiri sebagai warga masyarakat. Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia, adalah : penerus keturunan dan pengasuh anak, pengembang kehidupan berekonomi, transmisi budaya, meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, pengendalian social dan rekreasi Isi kebudayaan, antara lain ; gagasan, ideology, norma, teknologi, ilmu, kesenian, kepandaian, dan benda Kepala sekolah professional adalah kepala sekolah yang memegang teguh nilai dan etika serta budaya profesi sesuai dengan konteks social budaya pendidikan di masyarakat 5. Sifat dan budaya manusia Indonesia itu memiliki, yakni ;

(1) Budaya Utama ( sehat, baik dan jujur ),

(2) Budaya Profesi ( cerdas, terampil, dan ahli,

(3) Budaya Penyerta ( indah ), sedangkan sifat manusia Indonesia, adalah,

(1) sifat utama ( sehat, iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, patriorisme, tangguh dan penuh disiplin, (2) sifat profesi ( cerdas, produktif, dan professional ), dan

(3) sifat penyerta ( kreatif ).

6. Di kalangan pendidikan, tenaga kependidikan mutlak memilikinya dan mampu menatanya dengan harmonis di dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian juga halnya bagi guru dalam menjalankan rutinitasnya, bahwa sifat dan budaya manusia Indonesia itu harus tercermin dalam keseharian guru baik di sekolah maupun di luar sekolah ( di rumah ). Dalam menegakkan budaya harmoni ada tiga nilai praksis ( aktual ) yang harus ditata secara harmoni, yakni

(1) Budaya Utama, adalah budaya atau nilai yang berlaku bagi kita semua orang sebagai mahluk Tuhan Yang Mahaesa yang mempunyai cirri universal, yang mempunyai hak dan kewajiban yang relatif bersamaan,

(2) Budaya profesi, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai karakteristik yang bersamaan dalam kelompok-kelompok tertentu, dan

(3) Budaya penyerta, adalah nilai yang berlaku bagi manusia sebagi mahluk pribadi yang bersifat unik dan hakiki.

Kepala Sekolah professional idealnya menjunjung tinggi budaya profesi. Dengan budaya profesi, kepala sekolah tersebut sudah memiliki ke-7 ciri-ciri jabatan fungsional yang tertuang dalam profesionalisasi. Profesionalisme wajib ditingkatkan agar kualifikasi yang dimilikinya dapat tercermin dalam manajerial serta gaya kepemimpinan yang dimilikinya.

Dengan demikian, Kepala Sekolah professional akan lebih tampil percaya diri dalam mengelola sekolah secara professional sesuai dengan sistem social budaya pendidikan yang ada dalam komunitas pendidikan formal.  

 BIBLIOGRAFI

Coleman, 1997. Strategic Learning. Third Edition, The University Chicago Press, USA.Prentice Hall Engkoswara. 2004. Iman Ilmu Amaliah Indah.Bandung : Yayasan Amal Keluarga. Hornby, A.S. 1958.

The Advanced Leaners Dictionary of Curent English. London : Oxford University Press., Amen House. Ikezawa, Tatsuo. (1993). Effective TQC : How to Make Quality Assurance More than a Slogan. Tokyo : PHP Institute, INC. Made, 1994. Landasan Kependidikan. Bandung : Rineka Cipta Muliono, Anton,. 1989. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Nasution. 1989.

Metodologi Pembelajaran Tuntas. Jakarta. Judhistira, Jilid I. Piyami, Bull. 1987. Becoming An Educator. New York : University of North Carolina Tilaar, H.A.R., 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya. Undang-Undang RI N0. 2 tahun 1989

Tentang Sistem Pendidikan nasional Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca juga, artikel yang berhubungan dengan Artikel KEPALA SEKOLAH PROFESIONAL, antara lain :….

Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2013/09/kepala-sekolah-profesional.html

Copyright http://www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia